Hidup adalah Perjuangan |
Kamis, 30 Oktober 2008 17:58 |
VAYADHAMMA SAVKHARA, APPAMADENA SAMPADETHA Kehidupan ini tidak kekal, maka berjuanglah untuk kesempurnaan kewaspadaan (Mahaparinibbana Sutta)
Kehidupan adalah milik manusia yang paling dicintai tetapi jika dihadapkan dengan kesukaran-kesukaran yang tidak dapat di atasi dan beban-beban yang tak tertahankan, lalu hidup itu menjadi beban yang sangat berat. Kadang-kadang ia mencoba mencari pembebasan dengan mengakhiri hidupnya; seolah-olah bunuh diri dapat menyelesaikan masalah pribadinya.
Manusia menginginkan hidup yang damai dan bahagia dengan orang-orang yang dekat, dikelilingi oleh hiburan, tetapi jika karena beberapa kemalangan, dunia yang jahat menentang ambisi dan keinginan mereka, penderitaan yang tidak dapat dihindarkan kemudian menjadi tajam tak terlukiskan. Kenikmatan duniawi melalaikan manusia terhadap hakekat kehidupan yang sebenarnya, sehingga pada saat penderitaan itu muncul, reaksi negatif muncul.
Ada sebuah perumpamaan yang menggambarkan kehidupan manusia yang sangat singkat ini dengan latar belakang kenikmatan duniawi. Ada seorang laki-laki yang ingin menembus hutan lebat yang penuh duri dan batu. Tiba-tiba ia sangat takut karena seekor gajah muncul dan mengejarnya. Ia melarikan diri karena ketakutan dan ketika melihat sebuah sumur, ia berlari bersembunyi didalamnya. Tetapi dengan kengerian, ia melihat seeokor ular berbisa pada dasar sumur. Karena tidak ada jalan lain untuk meloloskan diri, ia melompat kedalam sumur, dan berpegangan pada tumbuh-tumbuhan menjalar yang berduri tumbuh didalamnya. Di atasnya terlihat dua ekor tikus-yang seekor putih dan yang lain hitam sedang menggerogoti tumbuhan menjalar tersebut. Di atas mukanya ada sarang lebah yang meneteskan air madu.
Laki-laki ini, dengan tolol tanpa menghiraukan posisinya yang berbahaya ini dengan rakus mencicipi madu tersebut. Seorang yang baik dengan suka hati menunjukan padanya suatu jalan untuk meloloskan diri. Tetapi laki-laki tersebut memohon sampai selesai menyenangkan dirinya. Jalan yang berduri itu adalah samsara (lautan kehidupan). Kehidupan manusia bukanlah suatu kesenangan belaka, tetapi dikelilingi kesulitan dan rintangan yang harus dihadapi, dengan kecaman yang bertentangan dan tidak adil, dengan serangan dan hinaan yang diderita. Semacam itulah jalan kehidupan yang berduri.
Gajah disini diumpamakan kematian, ular berbisa adalah usia tua, tumbuhan menjalar adalah kelahiran, dua ekor tikus merupakan malam dan siang, sedangkan madu dapat diumpamakan kesenangan-kesenangan hawa nafsu yang cepat berlalu. Orang yang baik adalah sang Buddha. Cerita perumpamaan tadi menggambarkan kehidupan kita yang selalu tertipu oleh sesuatu yang sebenarnya tidak membawa manfaat. Perjuangan kita jangan sampai berhenti hanya karena sesuatu yang tidak jelas arahnya, banyak rintangan, tantangan yang harus kita hadapi. Memang, perjuangan menuju pada kwalitas hidup tidak semudah membalikan telapak tangan, bukan berarti tidak bisa diperjuangkan.
Ada empat hal yang harus kita perjuangkan yang nantinya akan menuju pada kwalitas hidup. Empat hal tersebut adalah:
Untuk memperjuangkan ke empat hal tersebut di atas diperlukan perjuangan yang sungguh-sungguh dan penuh dengan keuletan dan kesabaran. Kesulitan-kesulitan akan muncul, baik yang bersifat kecil maupun besar, namun, sadar dan waspada adalah kunci untuk menghadapi apapun yang muncul yang menjadi tantangan bagi kita. Kelengahan dalam berjuang akan membuat cita-cita menjadi manusia berkwalitas akan terhenti bahkan menjadi sebuah kemerosotan.
Hidup adalah perjalanan yang tak berujung, penuh dengan masalah. Sepanjang kita hidup dalam dunia ini, masalah dan kesulitan akan menjadi bagian dan bingkisan pengalaman manusia. Pada keadaan tertentu, kita mungkin diberkahi dengan keberuntungan, kemasyuran, pujian, dan kegembiraan, namun perlu diingat semua itu masih terkena hukum perubahan. Jangan lengah dan terlena oleh kenikmatan indriyawi yang bersifat sementara.
Untuk memperjuangkan sesuatu yang bermanfaat bagi hidup kita membutuhkan keberanian dan pengertian, karena rasa takut dan cemas tidak akan menguntungkan perjuangan kita, justru membuat perjuangan kita menjadi tersendat.
Punyakah kita keberanian dan kekuatan untuk bisa tersenyum ketika sedang menghadapi kesulitan? Tidak terlalu sukar, jika kita mengurangi egoisme, egoisme yang membuat orang percaya bahwa hanya ia sendiri yang memerlukan penghiburan. Lagi pula, kita semestinya menghitung kelebihan daripada kekurangan kita. Ingatlah selalu ungkapan, “aku mengeluh tidak punya sepatu hingga bertemu dengan orang yang tak punya kaki.”Dengan berpikir demikian, kita akan menyadari banyak orang yang dalam keadaan jauh lebih tidak beruntung. Dan dengan pengertian seperti ini, masalah kita bisa kita kurangi sedikit.
Banyak orang yang mendapatkan pengalaman akademik tanpa pengalaman pribadi. Dipersenjatai dengan pengetahuan akademik, sehingga sebagian besar orang berpikir mereka mampu menghadapi kesulitan dalam perjuangannya menuju kwalitas hidup. Pengetahuan akademik bisa menyiapkan materi untuk menyelesaikan masalah, tapi ia tak mampu menyelesaikan masalah spiritual.
Orang yang bijaksana yang telah mencicipi berbagai ragam pengalaman tetap tidak tergantikan. Renungkan pepatah ini, “Ketika saya delapan belas tahun, saya pikir betapa bodohnya ayahku. Sekarang saya dua puluh delapan, saya kaget betapa banyak yang dipelajari orang tua itu dalam sepuluh tahun.” Bukan ayah yang tahu, andalah yang telah belajar melihat segala sesuatu dengan cara yang dewasa.
Memang, butuh waktu dan kedewasaan untuk memperjuangkan kwalitas hidup, tidak seperti makanan instan yang sekali seduh dapat dimakan. Namun, hasil dari perjuangan yang lama ini akan menghasilkan sesuatu yang membawa ke arah yang baik bagi kemajuan kwalitas hidup kita. Hidup adalah perjuangan, oleh karena itu kita harus memperjuangkannya tentunya kearah yang positif. by. bhadra vira |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan kirim komentar anda, komentar anda saya tunggu...