Jumat, 05 Juni 2009

HADAPI PERUBAHAN DENGAN BIJAK

Hadapi Perubahan Dengan Bijak




Waktu terus bergulir, kadang kita tidak berasa hari demi hari sudah dilewati dengan sangat cepat. Ada banyak hal yang kita lalui baik itu hal yang menyenangkan maupun hal yang tidak menyenangkan. Melewati hal-hal yang menyenangkan tentu saja membuat kita merasa nyaman dan selalu ingin berada di kondisi seperti itu. Toh, dalam hidup ini yang dikejar adalah kebahagiaan. Namun bagaimana jika kita mengalami hal yang tidak menyenangkan rasanya dunia sudah mau kiamat. Rasa cemas, gelisah, dan kepusingan mendera. Tentu saja kita ingin segera keluar dari lingkaran ini. Ya itulah kehidupan ada rasa senang dan ada rasa sedih. Semua berjalan seperti roda yang berputar.

Seiring berjalannya waktu akan ada perubahan-perubahan yang kita alami. Perubahan ke arah yang lebih baik atau kearah yang tidak baik. Pada saat kita berada di kondisi yang menyenangkan tentu saja kita tidak ingin hal yang menyenangkan tersebut berubah. Namun bagaimana jika ternyata berubah pada hal yang menyedihkan? Kita sadar dalam hidup ini segala sesuatu dapat berubah. Namun pada saat kita yang mengalaminya apakah kita siap? Banyak dari kita yang tidak siap mengalami perubahan ke situasi yang tidak kita inginkan. Sering kali kita menginginkan kembali pada situasi yang sama seperti dulu yang menyenangkan. Kita pun dilanda kegelisahan, kekecewaan, maupun amarah, keputusasaan, bahkan ada yang fatal mengambil jalan untuk bunuh diri. Di pikiran pun penuh tanda tanya “mengapa semua ini harus kualami?” Ada seorang pemuda yang bekerja di salah satu perusahaan swasta yang sangat ia inginkan. Ia sangat bahagia dengan pekerjaan yang dimilikinya sekarang. Kebahagiaannya semakin lengkap karena ia memiliki kekasih yang cantik. Tentu saja hidupnya benar-benar diliputi dengan kebahagiaan. Namun, kebahagiaan bersama kekasihnya tidak berlangsung lama karena kekasihnya tiba-tiba pergi meninggalkannya. Ia pun menjadi tidak konsentrasi dalam bekerja. Setiap hari pikirannya tertuju pada rasa kecewa dan marah. Karena sering tidak menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, pemuda tersebut diberhentikan dari pekerjaannya.

Pemuda itu pun berubah menjadi pemurung dan pendiam. Dalam hatinya ia gundah dan bertanya-tanya mengapa ia harus mengalami dua peristiwa yang begitu menyakitkan baginya. Dan ia ingin sekali semua itu kembali kesedia kala mendapatkan pekerjaan itu kembali dan kembali bersama kekasihnya. Ya, pemuda tadi merasa semua kebahagiaannya telah berubah menjadi ketidakbahagiaan. Ia pun merasa tidak siap dengan apa yang terjadi bak di sambar petir di siang hari. Semua telah berubah dan ia ingin perubahan itu kembali seperti dulu. Namun perlulah diingat ada hal yang berubah yang tidak dapat diubah kembali seperti sedia kala.

Dalam hidup ini semua dapat berubah namun hendaklah kita dapat memahami perubahan tersebut dengan bijak. Perubahan yang tidak kita sukai seharusnya dapat kita petik hikmahnya untuk membuat kita menjadi orang yang memiliki mental yang berkualitas. Ambillah nilai-nilai positif dari suatu masalah. Bukan kita selalu merenungkan masalah tersebut mengapa harus terjadi? Kita dapat mengubah pola pikir kita untuk tidak meratapi melainkan sebagai pacuan bagi kita untuk berubah ke arah yang lebih baik, keluar dari lingkaran yang tidak menyenangkan.

Tentu tidaklah mudah menghadapi perubahan namun kita perlu mengingatnya ada perubahan yang kita tidak bisa mengubahkan seperti sedia kala. Namun tentu saja, kita dapat merubahnya ke arah yang lebih baik. Ubahlah bukan untuk menjadi sedia kala, namun ubahlah menjadi sesuatu yang lebih menyenangkan dari sebelumnya. Jika mampu menghadapi perubahan dengan bijak niscaya kebahagiaan akan datang pada kita.

BY. BHADRA VIRA











HIDUP ADALAH PILIHAN


Hidup Adalah Pilihan PDF Cetak E-mail
Rabu, 03 Desember 2008 12:03

Saudara-saudara se-Dhamma, pernahkah terlintas dalam pikiran kita mengapa kita melihat ada orang lain di sekeliling kita hidup berkecukupan dan lebih bahagia dari yang lain? Mengapa ada orang-orang di sekeliling kita hidup dengan lebih mudah tanpa harus bersusah payah? Mengapa ada orang-orang di sekeliling kita mendapatkan apa yang mereka inginkan sementara yang lain tidak? Kita memang hidup sesuai dengan karma yang kita warisi.

Apapun yang sudah kita lakukan, itulah karma sebagai buahnya. Kita berhubungan dengan orang lain adalah akibat karma kita. Sayangnya kata "karma" itu membuat kita akhirnya "berlindung" di atas ketidakmampuan dan ketidakberdayaan kita. Kita dengan mudah menyerahkan nasib hidup kita karena memang sudah di gariskan seperti itu, karena karma nya sudah begitu.

Saudara-saudara se-Dhamma, pernahkah terlintas dalam pikiran kita mengapa kita melihat ada orang lain di sekeliling kita hidup berkecukupan dan lebih bahagia dari yang lain? Mengapa ada orang-orang di sekeliling kita hidup dengan lebih mudah tanpa harus bersusah payah? Mengapa ada orang-orang di sekeliling kita mendapatkan apa yang mereka inginkan sementara yang lain tidak? Kita memang hidup sesuai dengan karma yang kita warisi. Apapun yang sudah kita lakukan, itulah karma sebagai buahnya. Kita berhubungan dengan orang lain adalah akibat karma kita. Sayangnya kata "karma" itu membuat kita akhirnya "berlindung" di atas ketidakmampuan dan ketidakberdayaan kita. Kita dengan mudah menyerahkan nasib hidup kita karena memang sudah di gariskan seperti itu, karena karma nya sudah begitu.

Tapi bukankah karma itu suatu harga mati yang tidak bisa dirubah? Setiap dari kita bisa untuk merubah dari karma yang buruk menjadi minimal netral bahkan bisa lebih baik jika lebih banyak perbuatan-perbuatan kebaikan yang kita lakukan. Lalu mengapa kita tidak melihat dan mencoba untuk memperbaiki segala kekurangan dan kesalahan-kesalahan kita? Mengapa kita tidak mengikuti semangat (viriya) dari guru kita, Sang Buddha, ketika Beliau masih sebagai pangeran untuk membebaskan manusia dari penderitaan, usia tua, dan kematian? Beliau terus bertanya dan mencari jawaban atas masalah yang di hadapi manusia tersebut. Dan akhirnya menemukan JALAN itu. Itulah contoh yang bisa kita jadikan sebagai panutan dalam menjalani kehidupan ini. Sebagai seorang Buddhis kita di tuntut berpikir dengan kritis bukan pasrah menerima nasib dalam menjalani hidup.

Setiap dari hidup yang kita jalani berdasarkan dari pilihan-pilihan yang kita buat. Apabila Anda tidak memilih, itu artinya Anda sudah memilih untuk tidak membuat pilihan. Coba tengok ketika kita mulai bangun pagi. Ketika mata ini terbuka, kita sudah di hadapkan pilihan-pilihan. Apakah mau mandi dulu atau sedikit berolahraga atau duduk santai sejenak. Ketika mandi anda memilih apakah mau mandi air dingin atau air panas dst.Semua yang kita jalani adalah pilihan-pilihan yang kita buat sendiri.

Akibat dari pilihan tersebutlah sebetulnya menentukan masa depan kita. Pilihan-pilihan itulah yang membuat nasib kita hari ini. Kalau hari ini Anda susah mencari pekerjaan. Itu berarti dulu Anda sudah memilih untuk malas belajar, malas bertanggung jawab, malas membina diri, malas untuk bekerja dengan rajin dsb. Itu adalah akibat dari perbuatan kita sendiri, karma kita sendiri yang menentukannya bukan dari Yang Kuasa atau siapapun. Kita lah sebetulnya yang menciptakan nasib hidup kita sendiri itu. Ingatlah sebagai seorang Budddhis bahwa tidak ada sesuatu sebab tanpa akibat. Tidak mungkin tiba-tiba ada tanaman padi sebelum ada benih yang di tanam. Tidak mungkin ada kemakmuran tanpa perbuatan baik yang Anda lakukan.

Kebanyakan dari kita memang suka mencari enaknya saja dalam menjalani kehidupan dan selalu mencari yang menyenangkan daripada harus bersusah payah dan berkorban. Maka ilustrasi cerita di bawah ini dapat menjadi bahan renungan dalam menjalani hidup.

Ada dua buah bibit tanaman yang terhampar di sebuah ladang yang subur. Bibit yang pertama berkata, "Aku ingin tumbuh besar. Aku ingin menjejakkan akarku dalam-dalam di tanah ini, dan menjulangkan tunas-tunasku di atas kerasnya tanah ini. Aku ingin membentangkan semua tunasku, untuk menyampaikan salam musim semi. Aku ingin merasakan kehangatan matahari, dan kelembutan embun pagi di pucuk-pucuk daunku." Dan bibit itu tumbuh, makin menjulang.

Bibit yang kedua bergumam. "Aku takut. Jika kutanamkan akarku ke dalam tanahini, aku tak tahu, apa yang akan kutemui di bawah sana. Bukankah disanasangat gelap? Dan jika kuteroboskan tunasku keatas, bukankah nanti keindahantunas-tunasku akan hilang? Tunasku ini pasti akan terkoyak. Apa yang akanterjadi jika tunasku terbuka, dan siput-siput mencoba untuk memakannya? Danpasti, jika aku tumbuh dan merekah, semua anak kecil akan berusaha untukmencabutku dari tanah. Tidak, akan lebih baik jika aku menunggu sampaisemuanya aman."Dan bibit itupun menunggu, dalam kesendirian.

Beberapa pekan kemudian, seekor ayam mengais tanah itu, menemukan bibit yang kedua tadi, dan mencaploknya segera.

Tatkala tiba waktunya untuk berupaya tidak mau berupaya, meski masih muda dan bertenaga kuat justru berogah-ogahan, membiarkan pikiran jatuh terbenam, bermalas-malasan, terpekur; orang semacam ini tidak akan menjumpai jalan kebijaksanaan.

(Dhammapada XX : 280)

  1. Jagalah ucapan, kendalikan pikiran, dan janganlah melakukan kejahatan jasmaniah. Dengan memurnikan ketiga saluran perbuatan ini, seseorang niscaya menemukan jalan yang dibabarkan oleh resi pencari kebajikan.

(Dhammapada XX : 281)

***

Dari cerita singkat ini kita dapat mengerti bahwa segala ketakutan, penundaan, dan merasa sudah nyaman dengan kehidupan yang ada, tidaklah menjamin kehidupan akan berjalan dengan baik. Justru tantangan, keberanian mengambil resiko, selalu berusaha penuh komitmen akan membuat hidup ini menjadi lebih baik. Janganlah kita menunggu datang waktu yang baik itu. Karena tidak pernah ada waktu yang terbaik itu. Sekarang adalah waktu yang terbaik untuk memulai memilih menjalani kehidupan dengan berani, penuh tanggung jawab, komitmen, ulet, dan siap berkorban untuk mendapatkan kehidupan yang anda inginkan.

Memang, selalu saja ada pilihan dalam hidup. Selalu saja ada lakon-lakon yang harus kita jalani. Namun, sering kali kita berada dalam kepesimisan, kengerian, keraguan, dan kebimbangan-kebimbangan yang kita
ciptakan sendiri. Kita kerap terbuai dengan alasan-alasan untuk tak maumelangkah, tak mau menatap hidup. Karena hidup adalah pilihan, maka,hadapilah itu dengan gagah. Dan karena hidup adalah pilihan, maka, pilihlahdengan bijak.

  1. Hidup adalah mudah bagi orang yang tak tahu malu, yang nekad seperti burung gagak, yang suka menghancurkan orang lain dari belakang, yang suka mencari muka, yang takabur, yang berpenghidupan kotor.

(Dhammapada XVIII : 244)

  1. Hidup adalah sukar bagi orang yang tahu malu, yang senantiasa mencari kesucian, yang tidak malas, yang rendah hati, yang berpenghidupan bersih, yang arif.

(Dhammapada XVIII : 245)

by.bhadra vira

Bukan seorang ibu, bukan seorang ayah


Bukan seorang ibu, bukan seorang ayah,

Bukan pula sanak keluarga yang lain,

Yang dapat melakukan kebaikan yang lebih besar bagi diri sendiri,

Melainkan pikiran yang diarahkan dengan baik.

Dhammapada 43

Belakangan ini kita sering mendengar istilah krisis global melalui media atau pun perbincangan di masyarakat. Sebuah perubahan yang membuat banyak orang panik bahkan sampai ada yang melakukan tindakan nekat. Banyak cerita dari dampak krisis yang melanda dunia sekarang ini. Krisis tersebut membawa dampak yang luar biasa dan mempengaruhi segala lini kehidupan.

Harga-harga yang melambung dan daya beli masyarakat yang rendah menyebabkan perekonomian berjalan perlahan bahkan ada yang mengalami kebangkrutan. Kalau sudah seperti ini tentu akan berdampak ke arah yang lain. PHK besar-besaran dapat terjadi dan menyebabkan pengangguran semakin meningkat. Padahal pengangguran sekarang ini sudah banyak. Dampak dari kehilangan kerja ini pun mempengaruhi kehidupan keluarga mereka karena penghasilan menjadi berkurang bahkan tidak ada.

Tindakan kriminal yang sekarang ini sering terjadi salah satu faktor penyebabnya adalah krisis yang sekarang ini terjadi. Banyaknya pengangguran akan menambah kemiskinan dan dapat berujung pada maraknya pelaku kejahatan. Faktor kemiskinan juga menyumbang bertambahnya angka kejahatan. Dampak dari krisi ini pun bukan hanya pada segi ekonomi tetapi juga mental manusia. Mereka yang tidak dapat bertahan dari krisis global mengalami ketengan mental, stress, depresi dan dalam kondisi seperti ini mereka dapat melakukan tindakan nekat.

Haruskah krisis membuat kita juga mengalami krisis? Tidak harus demikian, kenapa? Karena masih ada solusi untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi manusia ini. Krisis adalah sebagian dari hukum perubahan, oleh karena itu suka atau tidak suka kita harus menghadapinnya. Perubahan kadang menyenangkan kalau itu perubahan yang lebih baik tetapi jika perubahan itu tidak menyenangkan dapat menyebabkan ketegangan mental. Sebagai contohnya adalah krisi global yang sekaran ini terjadi. Bagaimana menghadapinya?

Krisis global atau apa pun namanya semua itu adalah permasalahan yang harus dihadapi. Sang Buddha selalu mengingatkan kita akan hukum ketidak kekalan. Pada umumnya manusia tidak mau berhadapan dengan masalah demikian pula dengan krisis yang melanda dunia ini. Sekarang semuanya sudah terjadi, kita harus dapat menerima perubahan yang sudah terjadi dan baru kemudian mencari solusinya.

Pernah suatu hari, ada orang yang berkata seperti ini, “Bhante, sekarang kan lagi krisis jadi banyak orang yang mengurungkan untuk berbuat baik.” Saya katakan kepada orang itu, Berbuat baik sebenarnya dapat dilakukan kapan saja. Ada krisis atau tidak kita tetap harus berbuat baik. Janganlah kemudian kita juga ikut krisis. Yang dimaksud krisis di sini adalah krisis kebaikan, perilaku, dan juga mental.

Bekal untuk mengahadapi permasalahan hidup ini adalah meningkatkan kadar sepiritual kita. Kita harus semakin dekat dengan Dhamma. Berbuat baiklah sebanyak mungkin. Luruskan perilaku dan jagalah batin ini dari virus yang mematikan yaitu kilesa. Dengan cara ini ini kita dapat menghadapi perubahan apa pun dalam kehidupan ini. Marilah kita meningkatkan kadar spiritual kita agar tetap tegar dalam kondisi apa pun. Jangan lalai dan teruslah membangun kewaspadaan agar kita tidak jatuh dalam krisis kebajikan, moral dan juga mental. Kenapa ada orang yang tegar di tengah-tengah badai krisis yang melanda kehidupan ini? Karena kadar spiritual mereka mantap sehingga mampu menghadapi permasalahn yang sekaran ini dihadapi oleh banyak orang di dunia ini. Jika kita ingin seperti mereka maka tingkatkan kadar spiritul melalui praktek Dhamma dalam kehidupan sehari-hari sehingga kebaikan, perilaku yang baik dan juga sikap mental positif dapat bertahan bahkan dapat ditingkatkan.


By. Bhadra vira

BANGKIT DARI KECEMARAN

BANGKIT DARI KECEMARAN

MENUAI KEBAHAGIAAN

ANABIJJHALU VIHAREYYA AVYAPANNENA CETASA

SATO EKAGGACITTASSA AJJHATTAM SUSAMAHITO

Hiduplah tanpa ketamakan dan iri hati, isilah pikiranmu dengan kebajikan.

Milikilah perhatian murni dan pikiran yang terpusat, batin yang teguh dan terkosentrasi.

(Avgutaranikaya II.29)

Semua Ingin Bahagia?

Jika kita ditanya, “Apakah Anda ingin bahagia?” Jawabannya adalah ya, mengakui atau tidak mengakui pada dasarnya manusia menginginkan hidupnya bahagia. Orang jahat sekalipun menginginkan kehidupan yang membahagiakan, pendek kata semua orang menginginkan hidupnya bahagia.

Memang, secara alami kebahagiaan itu dambaan setiap orang. Namun, pandangan tentang kebahagiaan itu sendiri, setiap orang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Tentunya semua itu dipengaruhi oleh kondisi orang tersebut. Pada saat kita melihat orang yang sangat minim dalam hal materi, kita akan beranggapan bahwa orang itu menderita. Sebaliknya pada saat melihat orang kaya, kita akan mengatakan bahwa orang tersebut bahagia. Padahal belum tentu seperti yang kita aggap. Ada orang miskin yang merasakan kebahagiaan karena mau menerima dan ada juga orang kaya merasa tidak bahagia karena hidupnya selalu mengalami ketakutan. Bahagia atau tidak tergantung kondisi batin kita. Orang suci selalu berbahagia, yang batinya telah bebas sepenuhnya, yang tidak dikotori oleh keinginan-keinginan inderawi. Ia senantiasa tenang dan bebas dari kemelekatan. (Samyutanikaya I.212).

Dalam kalangan masyarakat timbul berbagai macam pengertian mengenai kebahagiaan. Ada sebagian orang yang berpendapat, kalau sudah mempunyai sesuatu yang diinginkan dan keinginan itu tercapai adalah kebahagiaan, sebagai contoh: jika seseorang mendapatkan lotre, orang ini merasa bahagia karena dengan lotre itu akan dapat membeli apa yang ia inginkan. Seandainya kita hidup terbebas dari ikatan-ikatan dan dapat mengendalikan nafsu indera, sebenarnya disinilah letak kebahagiaan. Kebahagiaan yang sejati tidak terletak pada materi tetapi pada batin kita masing-masing yang mampu menerima kondisi sebagaimana mestinya. Selama manusia terikat dengan ketidakpuasan batiniah, selama itu pula manusia tidak akan mendapatkan kebahagiaan sejati.

Materi yang kita miliki hanya sekedar sarana untuk mencapai kebahagiaan yang lebih tinggi. Karena dengan memiliki materi kita dapat menggunakannya untuk kebaikan. Akan menjadi berbahaya kalau kita tidak dapat menggunakan kekayaan itu dengan baik. Dengan memahami fenomena yang ada di masyarakat, kita akan menjadi lebih mengerti akan makna kebahgiaan yang kita harapkan. Pandangan yang salah selama ini akan bergeser ke arah yang lebih baik. Gapailah kebahagiaan yang sejati dengan jalan yang baik karena sesungguhnya kebahagiaan itu akan muncul kalau kita menghindari kejahatan. Semua orang ingin hidupnya bahagia, tidak ada yang ingin hidupnya menderita. Hanya saja kita harus tahu kebahagiaan seperti apa yang benar-benar membawa hidup kita ke arah kebahagiaan sejati.

Mungkinkah Kita Bahagaia?

Pertanyaan tersebut di atas sering dipertanyakan oleh orang banyak. Mereka mengalami keragu-raguan dalam hidupnya karena mereka beranggapan bahwa hidup ini sungguh sulit dan terasa sangat sulit lagi kalau tidak dapat menyelesaikan masalah dengan baik. Akhirnya apa yang terjadi? Pada saat manusia putus asa, akhirnya manusia mencari jalan pintas untuk membunuh dirinya sendiri karena dengan bunuh diri penderitaan yang mereka alami akan berakhir. Apakah kebahagiaan seperti ini yang kita cari dan mungkinkah kebahagiaan itu dapat kita raih?

Pernahkah Anda melihat orang sehat terus sepanjang hidupnya? Pernahkah Anda melihat orang selalu berbahagia sepanjang hidupnya? Apakah Anda pernah melihat orang yang keinginannya selalu terpenuhi. Perubahan terus menerus akan kita lami sepanjang kita belum keluar dari lingkaran samsara ini. Kadang kita bahagia dan terkadang juga kita menderita, kadang kita sakit dan kadang pula kita sehat. Kita mengharapkan hidup yang baik tetapi yang kita terima justru berbeda dengan harapan kita. Kondisi demikian inilah yang terkadang membuat kita kita kehilangan harapan untuk bahagia.

Harapan-harapan yang kita cita-citakan selama ini masih terkesan kesenangan duniawi bukan kebahagiaan yang sesuai dengan Dhamma. Namun, karena kegelapan batin, kita tidak mampu menyadari bahwa kebahagiaan yang kita kejar adalah kebahagiaan duniawi. Pernah ada muncul pemikiran bahwa agama Buddha mengajak umatnya untuk menderita karena materi tidak pernah dikatakan sebagai kebahagiaan. Pemikiran semacam ini adalah pemikiran yang salah. Materi atau duniawi dalam agama Buddha dipandang sebagai suatu sarana untuk memperolah kebahagiaan spiritual. Materi dapat kita gunakan untuk melakukan perbuatan baik dan perbuatan baik inilah yang dapat mengkondisikan kebahagiaan spiritual itu muncul. Kebahagiaan duniawi masih bersifat sementara, masih mengalami perubahan. Keterikatan kita terhadap kesenangan duniawi justru akan membuat kita terperosok jauh ke dalam penderitaan. Segala macam kebahagiaan duniawi, entah itu umur panjang, materi, kedudukan, suami yang ganteng atau istri yang cantik adalah kebahagiaan yang masih bersifat duniawi. Kalau kita dapat menyadari perubahan dengan apa yang kita senangi dan yang tidak kita senangi, kebahagiaan akan bersama kita. Kebahagiaan akan muncul sebagai akibat lenyapnya sebab penderitaan. (Khuddakanikaya, Dhammapada).

Hidup kita ibarat sebuah grafik, yang terkadang naik, turun, dan juga stabil. Demikian pula hidup kita terkadang bahagia, menderita, dan juga muncul keadaan netral. Semua itu adalah seni dari hidup ini. Yang harus kita lakukan adalah kemauan dan kemampuan untuk menghadapi perubahan siklus kehidupan yang kita hadapi. Mungkin, di suatu saat kita menderita, di lain waktu kita bahagia. Namun semua itu harus kita hadapi dengan pengertian bahwa semua yang kita alami adalah bagian dari proses kehidupan kita. Manusia tidak dapat memastikan bahwa hidupnya akan bertahan dalam kebahagiaan, justru kalau manusia mempertahankan dan tidak mau adanya perubahan, maka manusia itu akan semakin jauh dari penderitaan. Kita tidak dapat merekayasa hukum Dhamma, karena hukum Dhamma akan berjalan sesuai kondisi dan tidak tergantung pada waktu, tempat, dan keadaan. Sang Buddha bersabda bahwa, Segala sesuatu yang terbentuk tidak kekal atau mengalami perubahan (Tilakkhavadigatha).

Dukkha Harus Kita Hadapi

Sang Buddha mengatakan bahwa hidup ini adalah “dukkha”. Pernyataan yang sungguh mengejutkan bagi kita. Belum ada tokoh spiritual yang secara terang-terangan mengatakan hidup ini “dukkha”. Pernyataan semacam ini akan ditanggapi secara kontroversial oleh orang banyak, tentunya karena cara pandang yang berbeda. Mereka yang mempunyai sikap optimistis akan mengatakan bahwa agama Buddha mengajak untuk menjadi orang yang pesimistis. Bagi mereka yang pesimis menghadapi kehidupan ini akan mengatakan cocok dengan pernyataan di atas. Kenapa Sang Buddha mengatakan hidup ini adalah dukkha? Tentunya ada sebab yang harus kita pahami dengan baik. Dukkha dapat diartikan sebagi ketidakpuasan batiniah, selama kita tidak puas dengan kehidupan ini selama itu pula kita akan terus menerus mengalami dukkha. Keterikatan dengan apa yang kita senangia atau menolak dengan sesuatu yang tidak kita senangi adalah sebab dari dukkha itu sendiri.

Lihatlah diri sendiri! Apa yang kita lakukan pada saat kita berhadapan enggan kehidupan ini, selalu tidak puas dan tidak puas. Kita selalu terikat dengan apa yang kita cintai, saat kita mendapatkan kesenangan, kita tidak ingin kesenangan itu berubah. Sebaliknya, saat kita mendapatkan hal yang tidak kita inginkan, kita tidak senang dan cenderung menolak. Sikap seperti ini adalah sikap yang yang salah dalam menghadapi kehidupan. Selama sikap ini tertanam dengan kuat dalam diri kita, selama itu pula kita terus menerus dibelenggu oleh dukkha. Dhamma mengajak kita untuk melihat kehidupan ini secara obyektif, melihat kehidupan ini sebagaimana apa adanya. Agama Buddha tidak pesimis maupun optimis tetapi realistis. Dhamma mengajak kita untuk melihat hidup ini dengan bijak dan mengakui bahwa hidup ini bercorak anicca, dukkha, dan anatta.

Walaupun kehidupan ini dukkha, tetapi jika kita mempunyai kebijaksanaan yang berdasar Dhamma, maka kita akan mengerti bahwa dukkha bukan untuk dihindari tapi untuk dihadapi. Apapun yang terjadi, jika Dhamma benar-banar sudah bersama kita maka kekuatan Dhamma itu dapat kita gunakan untuk menghadapi hidup yang serba tak pasti ini. Dhamma adalah sumber kekuatan yang harus kita gali dan telaah dengan baik agar kekuatan Dhamma itu benar-benar merasuk ke dalam batin. Sebaliknya, jika kekuatan Dhamma itu tidak ada pada kita, maka kesulitan yang tarapnya masih kecil pun dapat membuat kita stress.

Di tengah-tengah masyarakat kita terdapat kasus-kasus bunuh diri yang hanya gara-gara permasalahan sepele. Mungkin, bagi orang yang bunuh diri ini menjadi besar karena tidak ada kekuatan Dhamma di dalam diri orang tersebut sehingga nekat mengambil jalan pintas. Sebaliknya ada pula orang yang tertimpa masalah yang bertubi-tubi tetapi tetap mampu bertahan dan mampu menghadapinya. Pola pikirlah yang membedakan cara orang menghadapi masalah dalam hidupnya, oleh karena itu kita harus membangun pola pikir dengan merealisasi Dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Banjir (nafsu) diseberangi dengan keyakinan; dengan kewaspadaan laut (samsara) di seberangi. Kesengsaraan di atasi dengan kekuatan semangat; dengan kebijaksanaan orang disucikan (Sutta Nipata. 184). Perjuangan kita akan sukses, apabila kita punya tekad yang kuat serta semangat yang tinggi. Semua itu akan berkembang dalam batin, jika latihan spiritual benar-benar dilakukan dalam kehidupan ini.

Makna Sebuah Teratai

Kehidupan ini laksana lumpur yang sangat kotor yang di dalamnya tumbuh bunga teratai. Walaupun teratai tumbuh dalam lumpur, bunga teratai tetap bersih tanpa noda lumpur. Demikian pula, hidup kita ini berada dalam kehidupan yang penuh dengan noda atau kekotoran batin. Walaupun kita berada dalam lumpur kekotoran batin, ibarat bunga teratai, kita pun mampu mengendalikan pikiran dan tidak hanyut dalam sehingga pikiran kita menjadi kotor. Batin memang terus bergejolak, namun kita harus tetap menjaga batin kita supaya tidak larut dengan gejolaknya batin. Hanya saja kita harus berjuang setiap saat dan kontinyu untuk membebaskan diri kita dari belenggu kekotoran batin. Dibelenggu oleh nafsu keinginan, diikat untuk bertumimbalahir; ketat terkungkung oleh pandangan-pandangan salah, terkekang oleh ketidaktahuan, berpusar kian kemari; demikianlah manusia mengembara dalam samsara, mati hanya untuk lahir kembali (Avgutaranikaya.II.10).

Kita sudah lahir dalam kehidupan ini, oleh karena itu kita harus berhadapan dengan kehidupan yang terus mengalami perubahan. Kehidupan yang penuh dengan problema memang terkadang tidak menyenangkan tetapi suka atau tidak suka seni kehidupan ini pun harus kita hadapi dengan batin yang bijak. Di sisi lain kita sudah banyak melakukan kebajikan, di sisi lain kita juga mengalami kekecewaan, sedih, dan hal-hal negatif namun, semua itu adalah proses yang harus kita hadapi. Dua sisi kehidupan memang harus kita hadapi dan kalau kita mampu menghadapinya akan ada pengalaman yang sangat berharga bagi hidup kita.

Seperti bunga teratai, manusia harus berjuang dan bangkit dari lumpur kekotoran batin sehingga mampu mekar tanpa noda walau tumbuh di tengah-tengah lumpur. Sebenarnya masing-masing orang dapat melepaskan diri dari belenggu dukkha, hanya saja setiap individu harus berjuang dengan semangat dan kesabaran. Memang, semua perjuangan membutuhkan pengorbanan, tetapi jika perjuangan yang kita lakukan mengarah kepada yang terbaik, maka kita tetap harus berjuang. Kita harus senantiasa beradhitthana untuk selalu bangkit dari kecemaran. Di lingkungan kita, polusi kekotoran batin semakin kuat mempengaruhi diri kita dan ini sangat berbahaya bagi kualitas perkembangan kualitas batin. Oleh karena itu kita harus jeli menatap kehidupan yang penuh gejolak ini dengan kewaspadaan yang kita bangun.

Buah Dari Sebuah Perjuangan

Hidup adalah perjuangan, maka kita harus memperjuangkannya ke arah yang lebih baik. Walaupun banyak tantangan yang harus kita hadapi, karena perjuangan kita adalah perjuangan spiritual, maka kita harus menghadapinya dengan tekad dan semangat dalam Dhamma. Perjuangan yang kita lakukan memang panjang, tetapi perjuangan kita akan membuahkan nilai positif bagi bagi batin kita. Sikap mental positif adalah hasil perjuangan yang akan membawa kita kepada kebahagiaan. Sikap mental positif adalah sikap batin yang dewasa yang akan membuat seseorang selalu waspada dalam hidupnya. Ketidakcekatan adalah debu, debu menempel pada kesadaran yang lamban. Dengan kekuatan pengetahuan dan kewaspadaan, cabutlah panah itu dari dirimu sendiri (Suttanipata. 334).Kehidupan ini adalah dukkha, ketidakpuasan bati selalu bersama kita. Namun, jika kita mampu menghadapinya, dukkha atau ketidakpuasan batin itu akan lenyap dari diri kita dan kebahagiaanlah yang bersama kita.

Memang, sebelum kita memegang kunci untuk membuka pintu kebahagiaan, maka yang ada bersama kita adalah ketidakbahagiaan. Masalah yang kita hadapi terasa berat dan yang muncul adalah kemarahan, jengkel, sedih, kecewa, dan bahkan putus asa. Suasana batin terkacaukan oleh permasalahan yang ada sehingga ketidaktenangan terus menggerogoti kita. Apa yang terjadi jika semua itu melanda diri manusia? Manusia menjadi bingung, kacau, stress, dan akhirnya depresi.

Apa yang harus kita lakukan untuk dapat lepas dari kecemaran ini? Yang harus kita lakukan adalah merubah pola pikir. Pola pikir yang baik akan membuat diri kita mampu menghadapi kehidupan ini. Batin kita harus diberdayakan menuju pada batin yang dewasa karena dengan batin yang dewasa kita mampu menghadapi kehidupan ini secara bijak.. Kehidupan yang tidak pasti ini hanya dapat diatasi dengan kedewasaan batin. Batin yang dewasa adalah batin yang mampu menghadapi kehidupan ini secara obyektif. Melihat hal-hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan sebagai suatu proses yang harus kita lihat sebagi proses sehingga kita tidak terikat oleh proses tersebut. Keterikatan pada proses inilah yang membuat kita terus terbelenggu oleh dukkha.

Lepas dari belenggu ketidakpuasan batin tidak semudah membalikan telapak tangan, kita harus jatuh bangun dalam berjuang. Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk senantiasa berbuat baik, menjaga moralitas, dan juga mengembangkan batin. Ada tiga hal yang dapat kita lakukan untuk memperkokoh batin kita dan tiga hal ini harus kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan perbuatan baik sebenarnya kita sudah melatih untuk mengurangi keterikatan kita terhadap apa yang kita cintai dan senangi. Dengan latihan melepas setiap saat dalam kehidupan kita, beban mental kita akan semakin berkurang dan berkembanglah kebahagiaan. Moralitas akan memperkuat batin, karena moralitas adalah dasar yang akan membuat kita selalu terkendali dalam mengarungi kehidupan ini. Dengan batin yang terkendali, maka kemungkinan menyimpang dari Dhamma dan Vinaya dapat dipersempit ruang geraknya. Untuk menjaga agar batin kita selalu seimbang diperlukan batin yang dewasa. Batin yang dewasa dapat diperoleh melalui Bhavana atau Meditasi. Meditasi atau Bhavana adalah cara yang jitu untuk membuat batin ini menjadi dewasa.

Kehidupan ini sudah diwarnai dengan polusi kekotoran batin sehingga sifat tamak, serakah, kebencian, dan kegelapan semakin melekat pada diri manusia. Namun, bagi kita yang mengerti bahaya dari kekotoran batin, tentunya akan berusaha untuk lepas dari lumpur kekotoran dan berusaha untuk keluar agar tidak tercemar. Hanya saja, untuk lepas dari belenggu penderitaan, kita harus terus melatih diri sehingga kekuatan Dhamma benar-benar menyatu dalam diri kita. Dengan melakukan perbuatan baik, menjaga moralitas, dan pengembangan batin yang terus kita lakukan akan membuat diri kita menjadi baik dan kebahagiaan akan dapat kita rasakan. Semua yang terbentuk adalah dukkha, bila dengan bijaksana orang melihatnya, maka dukkha tidak akan ada lagi (Tilakkhanadigatha).

Hidup adalah Perjuangan PDF Cetak E-mail
Kamis, 30 Oktober 2008 17:58

VAYADHAMMA SAVKHARA, APPAMADENA SAMPADETHA

Kehidupan ini tidak kekal,

maka berjuanglah untuk kesempurnaan kewaspadaan

(Mahaparinibbana Sutta)

Kehidupan adalah milik manusia yang paling dicintai tetapi jika dihadapkan dengan kesukaran-kesukaran yang tidak dapat di atasi dan beban-beban yang tak tertahankan, lalu hidup itu menjadi beban yang sangat berat. Kadang-kadang ia mencoba mencari pembebasan dengan mengakhiri hidupnya; seolah-olah bunuh diri dapat menyelesaikan masalah pribadinya.

Manusia menginginkan hidup yang damai dan bahagia dengan orang-orang yang dekat, dikelilingi oleh hiburan, tetapi jika karena beberapa kemalangan, dunia yang jahat menentang ambisi dan keinginan mereka, penderitaan yang tidak dapat dihindarkan kemudian menjadi tajam tak terlukiskan. Kenikmatan duniawi melalaikan manusia terhadap hakekat kehidupan yang sebenarnya, sehingga pada saat penderitaan itu muncul, reaksi negatif muncul.

Ada sebuah perumpamaan yang menggambarkan kehidupan manusia yang sangat singkat ini dengan latar belakang kenikmatan duniawi. Ada seorang laki-laki yang ingin menembus hutan lebat yang penuh duri dan batu. Tiba-tiba ia sangat takut karena seekor gajah muncul dan mengejarnya. Ia melarikan diri karena ketakutan dan ketika melihat sebuah sumur, ia berlari bersembunyi didalamnya. Tetapi dengan kengerian, ia melihat seeokor ular berbisa pada dasar sumur. Karena tidak ada jalan lain untuk meloloskan diri, ia melompat kedalam sumur, dan berpegangan pada tumbuh-tumbuhan menjalar yang berduri tumbuh didalamnya. Di atasnya terlihat dua ekor tikus-yang seekor putih dan yang lain hitam sedang menggerogoti tumbuhan menjalar tersebut. Di atas mukanya ada sarang lebah yang meneteskan air madu.

Laki-laki ini, dengan tolol tanpa menghiraukan posisinya yang berbahaya ini dengan rakus mencicipi madu tersebut. Seorang yang baik dengan suka hati menunjukan padanya suatu jalan untuk meloloskan diri. Tetapi laki-laki tersebut memohon sampai selesai menyenangkan dirinya. Jalan yang berduri itu adalah samsara (lautan kehidupan). Kehidupan manusia bukanlah suatu kesenangan belaka, tetapi dikelilingi kesulitan dan rintangan yang harus dihadapi, dengan kecaman yang bertentangan dan tidak adil, dengan serangan dan hinaan yang diderita. Semacam itulah jalan kehidupan yang berduri.

Gajah disini diumpamakan kematian, ular berbisa adalah usia tua, tumbuhan menjalar adalah kelahiran, dua ekor tikus merupakan malam dan siang, sedangkan madu dapat diumpamakan kesenangan-kesenangan hawa nafsu yang cepat berlalu. Orang yang baik adalah sang Buddha. Cerita perumpamaan tadi menggambarkan kehidupan kita yang selalu tertipu oleh sesuatu yang sebenarnya tidak membawa manfaat.

Perjuangan kita jangan sampai berhenti hanya karena sesuatu yang tidak jelas arahnya, banyak rintangan, tantangan yang harus kita hadapi. Memang, perjuangan menuju pada kwalitas hidup tidak semudah membalikan telapak tangan, bukan berarti tidak bisa diperjuangkan.

Ada empat hal yang harus kita perjuangkan yang nantinya akan menuju pada kwalitas hidup. Empat hal tersebut adalah:

  1. Menyingkirkan semua pikiran yang tidak baik yang telah muncul.
  2. Mencegah pikiran yang tidak baik yang belum muncul.
  3. Mengembangkan pikiran baik yang telah muncul dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
  4. Menumbuhkan pikiran baik yang belum muncul.

Untuk memperjuangkan ke empat hal tersebut di atas diperlukan perjuangan yang sungguh-sungguh dan penuh dengan keuletan dan kesabaran. Kesulitan-kesulitan akan muncul, baik yang bersifat kecil maupun besar, namun, sadar dan waspada adalah kunci untuk menghadapi apapun yang muncul yang menjadi tantangan bagi kita. Kelengahan dalam berjuang akan membuat cita-cita menjadi manusia berkwalitas akan terhenti bahkan menjadi sebuah kemerosotan.

Hidup adalah perjalanan yang tak berujung, penuh dengan masalah. Sepanjang kita hidup dalam dunia ini, masalah dan kesulitan akan menjadi bagian dan bingkisan pengalaman manusia. Pada keadaan tertentu, kita mungkin diberkahi dengan keberuntungan, kemasyuran, pujian, dan kegembiraan, namun perlu diingat semua itu masih terkena hukum perubahan. Jangan lengah dan terlena oleh kenikmatan indriyawi yang bersifat sementara.

Untuk memperjuangkan sesuatu yang bermanfaat bagi hidup kita membutuhkan keberanian dan pengertian, karena rasa takut dan cemas tidak akan menguntungkan perjuangan kita, justru membuat perjuangan kita menjadi tersendat.

Punyakah kita keberanian dan kekuatan untuk bisa tersenyum ketika sedang menghadapi kesulitan? Tidak terlalu sukar, jika kita mengurangi egoisme, egoisme yang membuat orang percaya bahwa hanya ia sendiri yang memerlukan penghiburan. Lagi pula, kita semestinya menghitung kelebihan daripada kekurangan kita. Ingatlah selalu ungkapan, “aku mengeluh tidak punya sepatu hingga bertemu dengan orang yang tak punya kaki.”Dengan berpikir demikian, kita akan menyadari banyak orang yang dalam keadaan jauh lebih tidak beruntung. Dan dengan pengertian seperti ini, masalah kita bisa kita kurangi sedikit.

Banyak orang yang mendapatkan pengalaman akademik tanpa pengalaman pribadi. Dipersenjatai dengan pengetahuan akademik, sehingga sebagian besar orang berpikir mereka mampu menghadapi kesulitan dalam perjuangannya menuju kwalitas hidup. Pengetahuan akademik bisa menyiapkan materi untuk menyelesaikan masalah, tapi ia tak mampu menyelesaikan masalah spiritual.

Orang yang bijaksana yang telah mencicipi berbagai ragam pengalaman tetap tidak tergantikan. Renungkan pepatah ini, “Ketika saya delapan belas tahun, saya pikir betapa bodohnya ayahku. Sekarang saya dua puluh delapan, saya kaget betapa banyak yang dipelajari orang tua itu dalam sepuluh tahun.” Bukan ayah yang tahu, andalah yang telah belajar melihat segala sesuatu dengan cara yang dewasa.

Memang, butuh waktu dan kedewasaan untuk memperjuangkan kwalitas hidup, tidak seperti makanan instan yang sekali seduh dapat dimakan. Namun, hasil dari perjuangan yang lama ini akan menghasilkan sesuatu yang membawa ke arah yang baik bagi kemajuan kwalitas hidup kita. Hidup adalah perjuangan, oleh karena itu kita harus memperjuangkannya tentunya kearah yang positif.


by. bhadra vira

ARTIKEL DHAMMA

Bagaimanakah Memilih Agama?

BAGAIMANAKAH MEMILIH AGAMA?

Pada masa Sang Buddha, telah ada banyak aktivitas intelektual besar di India. Beberapa orang terpandai yang diketahui oleh dunia telah berkecimpung di dalam kontroversi keagamaan besar sepanjang masa.

Apakah ada Sang Pencipta? Tidak adakah Sang Pencipta? Adakah jiwa itu? Tidak adakah jiwa itu? Apakah dunia tanpa awal? Apakah ada awal permulaan?

Ini merupakan beberapa topik yang hangat diperdebatkan sepanjang waktu. Dan tentu saja, seperti saat ini, semua mengklaim bahwa hanya dialah yang memiliki semua jawaban dan siapapun yang tidak mengikutinya akan dikutuk dan dimasukkan ke dalam neraka! Sebenarnya, semua pencarian keras atas kebenaran ini hanya akan menghasilkan lebih banyak lagi kebingungan.

Sekelompok pemuda yang saleh dari suku Kalama pergi menghadap Sang Buddha untuk menyampaikan kebingungan mereka. Mereka bertanya kepadaNya apa yang seseorang harus lakukan sebelum menerima atau menolak suatu ajaran.


1.
Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Berita Semata

Nasihat Sang Buddha seperti yang disebutkan dalam Kalama Sutta adalah untuk tidak menerima apapun berdasarkan pada berita, tradisi, kabar angin semata. Biasanya orang mengembangkan keyakinan mereka setelah mendengarkan perkataan orang lain. Tanpa berpikir mereka menerima apa yang orang lain katakan mengenai agama mereka atau apa yang telah tercatat dalam buku-buku keagamaan mereka. Kebanyakan orang jarang sekali mengambil resiko untuk menyelidiki, untuk menemukan apakah yang dikatakannya benar atau tidak. Sikap umum seperti ini sukar untuk dipahami, khususnya di dalam era modern saat ini ketika pendidikan sains mengajarkan orang untuk tidak menerima sama sekali apapun yang tidak bisa dijelaskan secara rasional. Bahkan sekarang ini banyak yang disebut sebagai pemuda berpendidikan hanya menggunakan emosi atau ketaatan mereka tanpa menggunakan pikiran naralnya.

Dalam Kalama Sutta, Sang Buddha memberikan nasihat yang sangat liberal (bebas) kepada sekelompok pemuda dalam menerima suatu agama secara rasional. Ketika orang-orang muda ini tidak dapat memutuskan bagaimana memilih agama yang sesuai, mereka menghadap kepada Sang Buddha untuk mendapatkan nasihatNya. Mereka mengatakan kepadaNya bahwa semenjak berbagai kelompok agama memperkenalkan agamanya dalam berbagai cara, mereka mengalami kebingungan dan tidak bisa memahami cara keagamaan mana yang benar. Para pemuda ini bisa diibaratkan dalam istilah modern sebagai para pemikir bebas (free thinkers), atau para pencari kebenaran (truth seekers). Inilah mengapa mereka memutuskan untuk mendiskusikan hal ini dengan Sang Buddha. Mereka memohon kepada Sang Buddha untuk memberikan beberapa garis pedoman untuk membantu mereka menemukan suatu agama yang sesuai dimana dengannya mereka dapat menemukan kebenaran.

Dalam menjawab pertanyaan mereka, Sang Buddha tidak mengklaim bahwa Dhamma (ajaranNya) merupakan satu-satunya ajaran yang bernilai dan siapapun yang mempercayai hal lain akan masuk ke neraka. Justru Beliau memberikan beberapa nasihat yang penting untuk mereka pertimbangkan. Sang Buddha tidak pernah menganjurkan orang untuk menerima suatu agama hanya melalui iman (faith) semata tetapi Beliau menganjurkan mereka untuk mempertimbangkan dan memahami segala sesuatunya tanpa bias (praduga/menyimpang). Beliau juga tidak menganjurkan orang untuk menggunakan emosi atau ketaatan semata yang berdasarkan pada kepercayaan yang membuta di dalam menerima suatu agama. Inilah mengapa agama yang berdasarkan pada ajaranNya sering digambarkan sebagai agama rasional. Agama ini juga dikenal sebagai agama merdeka dan beralasan (religion of freedom and reason). Kita seharusnya tidak menerima apapun melalui iman atau emosi untuk mempraktikkan suatu agama. Kita seharusnya tidak menerima suatu agama begitu saja dikarenakan agama itu menghilangkan ketakutan bodoh kita mengenai apa yang akan terjadi pada diri kita, kapan kita mati ataupun ketakutan kita ketika diancam oleh api neraka jika kita tidak menerima beberapa ajaran atau yang lainnya. Agama harus diterima melalui pilihan bebas. Setiap pribadi harus menerima suatu agama karena pemahaman dan bukan karena agama itu merupakan hukum yang diberikan oleh suatu penguasa atau kekuatan-kekuatan supernatural. Menerima suatu agama haruslah bersifat pribadi dan berdasarkan pada kepastian rasional akan agama yang akan diterima.

Orang dapat membuat berbagai macam klaiman mengenai agama mereka dengan membesar-besarkan berbagai macam peristiwa untuk mempengaruhi orang lain. Kemudian, mereka dapat memperkenalkannya sebagai pesan surgawi untuk menumbuhkan iman atau rasa percaya. Tetapi kita harus membaca apa yang tertulis secara analitis dengan menggunakan akal sehat dan kekuatan pikiran. Itulah mengapa Sang Buddha menasihatkan kita untuk tidak menerima secara tergesa-gesa apapun yang tercatat, tradisi, atau kabar angin semata. Orang mempraktikkan tradisi-tradisi tertentu yang berdasarkan pada kepercayaan, kebiasaan atau cara hidup komunitas dimana mereka berada. Namun, beberapa tradisi sangatlah penting dan berarti. Oleh karena itu, Sang Buddha tidak mengecam semua tradisi adalah salah tetapi menasihatkan kita untuk mempertimbangkannya dengan sangat berhati-hati praktik mana yang penuh arti dan mana yang tidak. Kita harus mengetahui bahwa beberapa tradisi tertentu tersebut menjadi ketinggalan jaman dan tidak berarti lagi setelah beberapa periode waktu. Hal ini mungkin disebabkan karena kebanyakan di antaranya diperkenalkan dan dipraktikkan oleh orang-orang primitif dan pemahaman mereka tentang kehidupan manusia dan alam sangatlah terbatas pada masa itu. Jadi, pada masa sekarang ini ketika kita menggunakan pendidikan sains modern kita dan pengetahuan akan alam semesta, kita dapat melihat sifat sesungguhnya dari kepercayaan mereka. Kepercayaan yang dimiliki orang-orang primitif mengenai matahari, bulan, dan bintang-bintang, bumi, angin, halilintar, guntur dan halilintar, hujan dan gempa bumi, berdasarkan pada usaha mereka untuk menjelaskan fenomena alam yang nampaknya sangat mengerikan. Mereka memperkenalkan fenomena alam tersebut sebagai tuhan-tuhan (dewa) atau perbuatan-perbuatan tuhan dan kekuatan-kekuatan supernatural.


2.
Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Tradisi Semata

Dengan pengetahuan kita yang telah maju, kita dapat menjelaskan fenomena alam yang nampaknya mengerikan ini sebagaimana apa adanya. Itulah mengapa Sang Buddha mengatakan, “Janganlah menerima dengan segera apa yang kau dengar. Janganlah mencoba untuk membenarkan perilaku tidak rasionalmu dengan mengatakan ini adalah tradisi-tradisi kami dan kita harus menerimanya.” Kita seharusnya tidak percaya begitu saja kepada takhayul ataupun dogma agama karena orang yang dituakan melakukan hal yang sama. Ini bukan berarti kita tidak menghormati para sesepuh kita, tetapi kita harus melaju bersama waktu. Kita seharusnya memelihara kepercayaan-kepercayaan yang sesuai dengan pandangan dan nilai-nilai modern dan menolak apapun yang tidak diperlukan atau yang tidak sesuai karena waktu telah berubah. Dengan cara ini kita akan dapat hidup dengan lebih baik.

Satu generasi yang lalu, seorang pendeta Anglikan, Uskup dari Woolich menyatakan sebuah kalimat, “Tuhan dari celah“ (God of the gaps) untuk menjelaskan bahwa apapun yang tidak kita pahami merupakan atribut tuhan. Karena pengetahuan kita terhadap dunia telah berkembang, kekuatan tuhan pun berkurang secara bersamaan.


3.
Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Kabar Angin Semata

Semua orang suka mendengarkan cerita. Mungkin itulah mengapa orang mempercayai kabar angin. Anggaplah ada seratus orang yang telah melihat sebuah peristiwa tertentu dan ketika setiap orang menceritakannya kembali kepada yang lain, ia akan menghubungkannya dengan cara yang berbeda dengan menambahkan lebih banyak hal lainnya dan membesar-besarkan hal yang kecilnya. Ia akan menambahkan “garam dan bumbu” untuk membuat ceritanya lebih seru dan menarik dan untuk memperindahnya. Umumnya setiap orang akan menceritakan suatu kisah seolah-olah dialah satu-satunya yang dapat menceritakan kepada orang lain apa yang benar-benar terjadi. Inilah sifat sesungguhnya dari cerita yang dibuat dan disebarkan oleh orang. Ketika Anda membaca beberapa kisah dalam agama apapun, cobalah untuk ingat bahwa kebanyakan dari interpretasinya adalah hanya untuk menghias peristiwa kecil untuk menarik perhatian orang. Jika tidak demikian, maka tidak akan ada apapun bagi mereka untuk diceritakan kepada orang lain dan tak seorang pun akan menaruh perhatian pada kisah itu.

Di sisi lain cerita dapat sangat bermanfaat. Cerita merupakan cara yang menarik untuk menyampaikan pelajaran moral. Literatur Buddhis merupakan gudang yang besar dari beragam kisah cerita. Tetapi itu hanyalah cerita. Kita harus tidak mempercayainya seperti seolah-olah cerita itu adalah kebenaran mutlak. Kita seharusnya tidak seperti anak kecil yang percaya bahwa seekor serigala dapat menelan hidup-hidup seorang nenek dan berbicara kepada manusia! Orang dapat berbicara mengenai berbagai macam keajaiban, tuhan-tuhan/dewa, dewi, bidadari-bidadari dan kekuatan mereka berdasarkan pada kepercayaan mereka. Kebanyakan orang cenderung untuk menerima dengan segera hal-hal tersebut tanpa penyelidikan apapun, tetapi menurut Sang Buddha, kita seharusnya tidak mempercayai dengan segera apapun karena mereka yang menceritakannya kepada kita akan hal itu pun terpedaya olehnya. Kebanyakan orang di dunia ini masih berada dalam kegelapan dan kemampuan mereka untuk memahami kebenaran sangatlah miskin. Hanya beberapa orang yang memhami segala sesuatu secara sewajarnya. Bagaimana mungkin seorang buta menuntun seorang buta lainnya? Kemudian ada perkataan lain, ”Jack si mata satu dapat menjadi raja dikerajaan orang buta.” Beberapa orang mungkin hanya mengetahui sebagian dari kebenaran. Kita perlu berhati-hati dalam menjelaskan kebenaran mutlak ini kepada mereka.


4.
Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Otoritas Teks-Teks Keagamaan Semata

Selanjutnya Sang Buddha memperingati kita untuk tidak mempercayai apapun berdasarkan pada otoritas teks-teks keagamaan ataupun kitab-kitab suci. Beberapa orang selalu mengatakan bahwa semua pesan-pesan yang terdapat dalam kitab-kitab suci mereka disampaikan secara langsung oleh tuhan mereka. Sekarang ini, mereka mencoba untuk memperkenalkan buku-buku tersebut sebagai pesan dari surga. Hal ini sukar untuk dipercaya bahwa mereka menerima pesan ini dari surga dan mencatatnya dalam kitab suci mereka hanya pada beberapa ribu tahun yang lampau. Mengapa wahyu ini tidak diberikan lebih awal? (Menimbang bawa planet bumi ini berusia empat setengah miliar tahun). Mengapa wahyu tersebut dibuat hanya untuk menyenangkan beberapa orang tertentu saja? Tentunya akan jauh lebih efektif jika mengumpulkan semua orang dalam suatu tempat dan menyatakan kebenaran kepada banyak orang daripada bergantung pada satu orang untuk melakukan pekerjaan itu. Bukankah tetap lebih baik jika tuhan-tuhan mereka menampakkan diri pada hari-hari penting tertentu dalam setahun untuk membuktikan keberadaan dirinya secara berkala? Dengan cara demikian tentunya mereka tidak akan memiliki kesulitan sama sekali untuk mengubah seluruh dunia!

Umat Buddha tidak berusaha untuk memperkenalkan ajaran Sang Buddha sebagai pesan surgawi, dan mereka mengajarkan tanpa menggunakan kekuatan mistik apapun. Menurut Sang Buddha, kita tidak seharusnya menerima ajaranNya seperti yang tercatat dalam kitab suci Buddhis secara membuta dan tanpa pemahaman yang benar. Ini merupakan kebebasan yang luar biasa yang Sang Buddha berikan kepada kita. Meskipun Beliau tidak pernah mengklaim bahwa umat Buddha adalah orang-orang pilihan tuhan, Beliau memberikan penghargaan jauh lebih besar kepada kecerdasan manusia dibanding dengan yang pernah dilakukan oleh agama manapun.

Cara yang terbaik bagi seseorang yang berasional untuk mengikuti adalah mempertimbangkan secara hati-hati sebelum ia menerima atau menolak segala sesuatu. Mempelajari, berpikir, menyelidiki sampai Anda menyadari apa yang ada sebenarnya. Jika Anda menerimanya hanya berdasarkan pada perintah atau kitab-kitab suci, Anda tidak akan menyadari kebenaran bagi diri Anda sendiri.


5.
Janganlah Bergantung Pada Logika dan Argumentasi Pribadi Saja

“Janganlah bergantung pada logika dan argumentasi pribadi saja” merupakan nasihat lain dari Sang Buddha. Janganlah berpikir bahwa penalaran Anda adalah hal yang mutlak. Kalau tidak demikian, Anda akan berbangga diri dan tidak mendengarkan orang lain yang lebih mengetahui dibandingkan dengan diri Anda. Biasanya kita menasihatkan orang lain untuk menggunakan penalaran. Benar, dengan menggunakan daya pikiran dan akal yang terbatas, manusia berbeda dengan hewan dalam hal menggunakan pikirannya. Bahkan seorang anak kecil dan orang yang tidak berpendidikan pun menggunakan penalaran sesuai dengan usia, kedewasaan, pendidikan, dan pemahaman. Tetapi penalaran ini berbeda berdasarkan pada kedewasaan, pengetahuan, dan pengalaman. Sekali lagi, penalaran ini merupakan subjek dari perubahan, dari waktu ke waktu. Identitas seseorang atau pengenalan akan konsep-konsep juga berubah dari waktu ke waktu. Dalam penalaran seperti itu tidak ada analisa terakhir atau kebenaran mutlak. Karena kita tidak memiliki pilihan lain, kita harus menggunakan penalaran terbatas kita secara keras sampai kita mendapatkan pemahaman yang sebenarnya. Tujuan kita seharusnya adalah mengembangkan pikiran kita secara berkesinambungan dengan bersiap diri untuk belajar dari orang lain tanpa menjadi masuk ke dalam kepercayaan membuta. Dengan membuka diri kita pada cara berpikir yang berbeda, dengan membiarkan kepercayaan kita tertantang/teruji, dengan selalu tetap membuka pikiran, kita mengembangkan pemahaman kita atas diri kita sendiri dan dunia di sekeliling kita. Sang Buddha mengunjungi setiap guru yang dapat Beliau temukan sebelum Beliau mencapai Pencerahan terakhir. Meskipun kemudian Beliau tidak menerima apapun yang mereka ajarkan. Justru, Beliau menggunakan penalaranNya untuk memahami Kebenaran. Dan ketika Beliau mencapai Penerangan Agung, Beliau tidak pernah marah atau mengancam siapapun yang tidak setuju dengan ajaranNya.

Sekarang marilah kita mempertimbangkan argumen dan logika. Kapanpun kita berpikir bahwa suatu hal tertentu dapat kita terima, kita mengatakan hal itu adalah logika. Sebenarnya, seni logika merupakan alat yang bermanfaat bagi sebuah argumen. Logika dapat diekploitasi oleh para orator (ahli pidato) berbakat yang menggunakan kepandaian dan kecerdikan. Seseorang yang mengetahui cara berbicara dapat menjatuhkan kebenaran dan keadilan serta mengalahkan orang lain. Seperti para pengacara berargumen di pengadilan. Kelompok-kelompok agama yang berbeda berargumen untuk membuktikan bahwa agama mereka lebih baik dari agama-agama yang lainnya. Argumen-argumen mereka berdasarkan pada bakat dan kemampuan mereka untuk menyampaikan pandangan-pandangan mereka tetapi sebenarnya mereka tidak tertarik kepada kebenaran. Inilah sifat dasar dari argumen. Untuk mencapai kebenaran, Sang Buddha menasihatkan kita untuk tidak terpengaruh oleh argumen atau logika tetapi menasihatkan kita untuk menggunakan penyelidikan yang tidak bias. Ketika orang-orang mulai berargumen, secara alami emosi mereka juga muncul dan hasilnya adalah argumen yang memanas. Kemudian, egoisme manusia menambah lebih banyak lagi api dalam perang kata-kata ini. Pada akhirnya, menciptakan permusuhan karena tak ada seorang pun yang mau menyerah. Oleh karena itu, seseorang seharusnya tidak memperkenalkan kebenaran agama melalui argumen. Ini merupakan nasihat penting lainnya dari Sang Buddha.


6.
Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Pengaruh Pribadi Seseorang Semata

Kemudian nasihat selanjutnya adalah janganlah menerima apapun sebagai kebenaran mutlak berdasarkan pada pengaruh pribadi seseorang. Hal ini mengacu pada kepercayaan yang dilihat sebagai kebenaran melalui imajinasi pribadi seseorang. Meskipun kita memiliki keraguan dalam pikiran kita, kita menerima hal-hal tertentu sebagai kebenaran setelah penyelidikan yang terbatas. Semenjak pikiran kita terpedaya oleh banyaknya keinginan dan perasaan-perasaan emosional, sikap batin ini menciptakan banyak ilusi. Dan kita juga sebenarnya memiliki kebodohan batin. Semua orang menderita yang diakibatkan dari kebodohan batin dan ilusi. Kekotoran batin menyelimuti pikiran yang kemudian menjadi bias dan tidak dapat membedakan antara kebenaran dan ilusi. Sebagai hasilnya, kita menjadi percaya bahwa hanya kepercayaan kitalah yang benar. Nasihat Sang Buddha adalah untuk tidak mengambil sebuah kesimpulan dengan segera dengan menggunakan perasaan emosional kita tetapi untuk mendapatkan lebih banyak lagi informasi dan penyelidikan sebelum kita mengambil kesimpulan terhadap sesuatu. Ini berarti kita harus bersedia mendengarkan terlebih dulu apa yang orang lain katakan. Mungkin mereka dapat menjernihkan keragu-raguan kita dan membantu kita untuk mengenali kesalahan atas apa yang kita percayai sebagai kebenaran. Sebagai contoh untuk hal ini adalah suatu masa ketika orang-orang pernah mengatakan bahwa matahari mengelilingi bumi dimana bumi berbentuk datar seperti layaknya uang logam. Hal ini berdasarkan pada keterbatasannya pengetahuan mereka, tetapi mereka bersiap untuk membakar hidup-hidup siapapun yang berani mengemukakan pandangan yang lain. Terima kasih kepada Guru Tercerahkan kita, Buddhisme dalam sejarahnya tidak memiliki catatan gelap dimana orang tidak diperkenankan untuk menentang apapun yang tidak masuk akal seperti itu. Inilah mengapa begitu banyak aliran Buddhisme saling bertautan secara damai tanpa mengecam satu sama yang lain. Berdasarkan pada petunjuk-petunjuk yang jelas dari Sang Buddha, umat Buddha menghormati hak-hak orang lain untuk memegang pandangan yang berbeda.


7.
Janganlah Menerima Apapun Yang Kelihatannya Benar

Nasihat selanjutnya adalah janganlah menerima apapun yang kelihatannya benar. Ketika Anda melihat segala hal dan mendengarkan beberapa tafsiran yang diberikan oleh orang lain, Anda hanyalah menerima penampilan luar dari obyek-obyek tersebut tanpa menggunakan pengetahuan anda secara mendalam. Kadangkala konsep atau identitas yang Anda ciptakan mengenai suatu obyek adalah jauh dari kebenaran hakikinya.

Cobalah untuk melihat segala sesuatu dalam sudut pandang yang sebagaimana mestinya. Buddhisme dikenal sebagai Ajaran Analisis (Doktrin of Analysis). Hanya dengan melalui analisa kita dapat memahami apa yang sebenarnya terdapat pada sebuah obyek dan apakah jenis dari elemen-lemen dan energi-energi yang berkerja dan bagaimanakah hal-hal itu bisa ada, mengapa mengalami kelapukan dan menghilang. Jika Anda menelaah sifat alami dari hal-hal ini, Anda akan menyadari bahwa segala sesuatu yang ada adalah tidak kekal dan kemelekatan terhadap obyek-obyek tersebut dapat menimbulkan kekecewaan. Juga, Anda akan menyadari bahwa tidak ada hal penting dalam pertengkaran mengenai ide-ide ketika dalam analisa terakhir, ketika melihat hal-hal tersebut dalam sudut pandang yang sebebarnya, ternyata hal-hal tersebut hanyalah ilusi belaka. Umat Buddha tidaklah terjebak dalam hal-hal kontoversial mengenai kapan dunia akan berakhir karena mereka melihat bahwa secara pasti segala sesuatu yang terdiri dari perpaduan akan mengalami kehancuran. Dunia akan berakir. Tidak ada keraguan akan hal itu. Kita berakhir setiap waktu kita menarik napas masuk dan keluar. Akhir dunia (yang disampaikan oleh Sang Buddha) hanya semata-mata peristiwa dramatis dari sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan ilmu astronomi modern mengatakan pada kita bahwa dunia bergejolak setiap saat. “Mereka yang tidak mengkhawatikan masa lalu, mereka yang tidak mengkhawatirkan masa depan, maka mereka hidup dalam ketenangan” (Sang Buddha). Ketika kita mengetahui kebenaran ini, maka akhir dunia tidak lagi menjadi hal yang begitu menakutkan dan tidaklah pantas untuk dikhawatirkan.


8.
Janganlah Bergantung Pada Pengalaman Spekulasi Pribadi Seseorang.

Sang Buddha kemudian memperingati para pengikutnya untuk tidak bergantung pada pengalaman spekulasi pribadi seseorang. Setelah mendengarkan atau membaca beberapa teori tertentu, orang dengan mudah tiba pada kesimpulan tertentu dan memelihara kepercayaan ini. Mereka menolak dengan sangat keras untuk mengubah pandangan mereka karena pikiran mereka telah terbentuk atau karena sewaktu beralih pada kepercayaan tertentu, mereka telah diperingatkan bahwa mereka akan dibakar di dalam neraka jika mereka mengubah pendiriannya. Dalam kebodohan dan rasa takut, orang-orang malang ini hidup dalam surga kebodohan, mereka berpikir bahwa kesalahan-kesalahan mereka secara ajaib akan diampuni. Nasihat Sang Buddha adalah untuk tidak membuat kesimpulan gegabah apapun untuk memutuskan apakah sesuatu itu benar atau sebaliknya. Manusia dapat menemukan berbagai macam hal di dunia ini tetapi hal yang paling sukar bagi mereka untuk dilihat adalah kebenaran atau realita dari segala sesuatu yang terbentuk dari perpaduan. Kita seharusnya tidak bergantung pada desas-desus spekulasi untuk memahami kebenaran. Kita boleh menerima beberapa hal tertentu sebagai dasar yang digunakan untuk memulai sebuah penyelidikan yang akhirnya akan memberikan kepuasan pada pikiran. Keputusan yang kita ambil dengan cara spekulasi dapat dibandingkan dengan keputusan yang dibuat oleh sekelompok orang buta yang menyentuh bagian berbeda dari tubuh seekor gajah. Setiap orang buta tersebut memiliki keputusan sendiri mengenai apa yang ia pikirkan tentang bentuk dari gajah tersebut. Bagi masing-masing orang buta tersebut, apa yang ia katakan adalah benar. Meskipun mereka yang dapat melihat hal-hal tersebut tahu bahwa semua orang buta tersebut salah, dalam pikiran orang-orang buta tersebut mereka berpikir bahwa merekalah yang benar. Juga janganlah seperti katak dalam tempurung kelapa yang berpikir bahwa tidak ada dunia lain di luar apa yang dapat ia lihat.

Kita terbutakan oleh kekotoran batin kita. Inilah mengapa kita tidak dapat memahami kebenaran. Inilah mengapa orang lain dapat menyesatkan dan mempengaruhi kita dengan sangat mudah. Kita selalu mudah mengganti kepercayaan yang telah kita terima sebagai kebenaran karena kita tidak memiliki pemahaman yang mendalam. Orang-orang mengubah lebel agama mereka dari waktu ke waktu karena mereka mudah terpengaruh oleh emosi manusia. Ketika kita sudah menyadari kebenaran tertinggi, kita tidak perlu lagi mengubahnya dalam keadaan apapun karena dalam kebenaran terakhir tidak ada hal yang diubah, ia adalah Mutlak.


9.
Janganlah Dengan Mudah Mengubah Pandangan Kita Karena Kita Terkesan Oleh Kemampuan Mengesankan Seseorang

Kita seharusnya tidak mengubah pandangan-pandangan kita dengan mudah karena kita terkesan oleh kemampuan mengesankan seseorang merupakan nasihat selanjutnya Sang Buddha yang diberikan kepada orang-orang muda yang disebut dengan suku Kalama. Seberapa orang memiliki kemampuan yang mengesankan Anda dengan perilaku dan kemampuan nyata untuk melakukan hal-hal tertentu. Sebagai contoh, akankah Anda mempercayai secara membuta seorang gadis yang ada di iklan televisi yang mengatakan kepada Anda bahwa Anda juga dapat menjadi cantik secantik dirinya, memiliki gigi seindah giginya, jika Anda menggunakan pasta gigi merek tertentu? Tentu tidak.Anda tidak akan menerima apa yang ia katakan tanpa memeriksa secara hati-hati kebenaran akan pernyataanya. Ini juga sama dengan para pembicara fasih yang mengetuk pintu Anda untuk menceritakan cerita yang mempesona tentang “kebenaran” mereka. Mereka mungkin berbicara mengenai beragam guru-guru agama, guru-guru, dan ahli-ahli meditasi. Mereka juga akan menikmati memberi pernyataan yang dilebih-lebihkan untuk membuktikan kekuatan dari guru-guru mereka untuk mempengaruhi pikiran Anda. Jika Anda secara membuta menerima perkataan-perkataan mereka sebagai Kebenaran, Anda akan memelihara pandangan yang goyah dan dangkal karena Anda tidak sepenuhnya yakin. Anda dapat mengikuti mereka dengan iman untuk beberapa saat, tetapi suatu hari Anda akan merasa kecewa, karena Anda tidak menerimanya melalui pemahaman dan pengalaman Anda. Dan segera setelah guru mengesankan lainnya datang, Anda akan meninggalkan yang pertama.

Telaahlah nasihat yang diberikan oleh Sang Buddha. Pikirkan bagaimana beralasannya, masuk akalnya, dan ilmiahnya cara pengajaranNya. “Janganlah mendengarkan orang lain dengan kepercayaan membuta. Dengarkanlah mereka dengan segala pengertiannya, tetapi tetaplah penuh perhatian dan dengarlah dengan pikiran terbuka. Anda tidak seharusnya menyerahkan pendidikan dan kecerdasan Anda kepada orang lain ketika Anda sedang mendengarkan mereka. Mereka mungkin mencoba untuk membangkitkan emosi Anda dan mempengaruhi pikiran Anda sesuai dengan kebutuhan duniawi Anda untuk memuaskan keinginan Anda. Tetapi tujuan mereka mungkin bukan berkepentingan untuk menyatakan kebenaran.”


10.
Janganlah Menerima Apapun Atas Pertimbangan Bahwa “Inilah Guru Kami”

Janganlah menerima apapun atas pertimbangan bahwa “Inilah guru kami”, merupakan nasihat terakhir Sang Buddha dalam konteks ini. Pernahkah Anda mendengar guru agama lain manapun yang mengutarakan kata-kata seperti ini? Yang lainnya semua mengatakan, “Sayalah satu-satunya guru terhebat, Saya adalah Tuhan. Ikutilah aku, sembahlah aku, berdoalah padaku, jika tidak kau tidak akan memiliki keselamatan.” Mereka juga mengatakan, “Janganlah kau menyembah tuhan lain atau guru lain.” Berpikirlah untuk sejenak untuk memahami sikap Sang Buddha. Sang Buddha mengatakan, “Kau seharusnya tidak bergantung secara membuta kepada gurumu. Ia mungkin saja adalah penemu sebuah agama atau guru yang terkenal, tetapi meskipun demikian kau tidak seharusnya mengembangkan kemelekatanmu terhadapnya sekali pun.”

Beginilah caranya Sang Buddha memberikan penghargaan yang semestinya kepada kecerdasan seseorang dan memperkenankan manusia menggunakan kehendak bebasnya tanpa bergantung pada orang lain. Sang Buddha mengatakan, “Kau bisa menjadi tuan atas dirimu sendiri.” Sang Buddha tidak pernah mengatakan kepada kita bahwa Beliau-lah satu-satunya Guru Yang Tercerahkan dimana para pengikutnya tidak diperkenankan untuk memuja tuhan/dewa dan guru agama lain. Beliau juga tidak menjanjikan para pengikutnya bahwa mereka dapat dengan mudah pergi ke surga atau mencapai Nibbana jika mereka memujaNya secara membuta. Jika kita mempraktikkan agama begitu saja dengan bergantung kepada seorang guru, kita tidak akan pernah menyadari kebenaran. Tanpa menyadari kebenaran mengenai agama yang kita praktikkan kita dapat menjadi korban dari kepercayaan yang membuta dan memenjarakan kebebasan berpikir kita dan akhirnya menjadi budak bagi seorang guru tertentu dan mendiskriminasikan guru yang lain.

Kita harus menyadari bahwa kita harus tidak bergantung pada orang lain dalam penyelamatan diri kita. Tetapi kita dapat menghormati guru agama manapun yang sungguh dan pantas untuk dihormati. Para guru agama dapat mengatakan kepada kita bagaimana untuk meraih keselamatan kita, tetapi seseorang tidak dapat menyelamatkan orang lain. Penyelamatan ini bukan seperti menyelamatkan sebuah kehidupan ketika dalam bahaya. Ini adalah pembebasan terakhir dari kekotoran batin dan penderitaan duniawi. Inilah mengapa kita harus berkerja secara individual (sendiri) untuk meraih pembebasan kita atau kemerdekaan penuh berdasarkan pada nasihat yang diberikan oleh guru-guru agama.

“Tidak ada orang lain yang menyelamatkan kita selain diri kita. Sang Buddha hanyalah menunjukkan jalannya.”

Dapatkah Anda pikiran guru agama manapun yang pernah mengatakan hal ini? Inilah kebebasan yang kita miliki dalam Buddhisme.

Inilah sepuluh nasihat yang diberikan oleh Sang Buddha kepada sekelompok pemuda yang disebut suku Kalama yang datang menemui Sang Buddha untuk mengetahui bagaimana menerima suatu agama dan bagaimana untuk memutuskan mana agama yang benar.

Nasihat Beliau adalah: “Janganlah mementingkan diri sendiri dan janganlah menjadi budak bagi yang lain; Janganlah melakukan apapun hanya untuk kepentingan pribadi tetapi pertimbangkan untuk kepentingan pihak lain.” Beliau mengatakan kepada suku Kalama agar mereka dapat memahami hal ini berdasarkan pada pengalaman pribadi mereka. Beliau juga mengatakan bahwa di antara beragam praktik dan kepercayaan, ada hal-hal tertentu yang baik bagi seseorang tetapi tidak baik bagi yang lain. Dan sebaliknya, ada hal-hal tertentu yang baik bagi orang lain tetapi tidak baik bagi seseorang. Sebelum Anda melakukan apapun, Anda harus mempertimbangkan baik manfaat maupun ketidakmanfaatan yang akan bertambah pada diri Anda. Inilah garis pedoman untuk pertimbangan sebelum Anda menerima suatu agama. Oleh karena itu, Sang Buddha telah memberikan kebebasan secara penuh kepada kita untuk memilih suatu agama berdasarkan pada pendirian diri sendiri.

Buddhisme merupakan suatu agama yang mengajarkan seseorang untuk memahami bahwa manusia bukanlah untuk agama tetapi agama itulah yang untuk manusia gunakan. Agama dapat diibaratkan sebagai rakit yang digunakan manusia untuk menyeberangi sungai. Ketika orang itu sampai di pinggiran sungai, ia dapat meninggalkannya dan melanjutkan perjalanannya. Seseorang seharusnya menggunakan agama untuk perbaikan dirinya dan untuk mengalami kebebasan, kedamaian, dan kebahagiaan. Buddhisme merupakan suatu agama yang dapat kita gunakan untuk hidup penih kedamaian dan membiarkan yang lain untuk juga hidup penuh kedamaian. Saat mempraktikkan agama ini kita diperkenankan untuk menghormati agama lain. Jika sukar untuk menghormati sikap dan perilaku agama lain maka setidaknya kita perlu bertoleransi tanpa mengganggu atau mengecam agama lain. Sangatlah sedikit agama lain yang mengajarkan para pengikutnya untuk mengadopsi sikap bertoleransi ini.

by.bhadra_vira

Bhadra Vira

Mengenai Saya