Jumat, 05 Juni 2009

BANGKIT DARI KECEMARAN

BANGKIT DARI KECEMARAN

MENUAI KEBAHAGIAAN

ANABIJJHALU VIHAREYYA AVYAPANNENA CETASA

SATO EKAGGACITTASSA AJJHATTAM SUSAMAHITO

Hiduplah tanpa ketamakan dan iri hati, isilah pikiranmu dengan kebajikan.

Milikilah perhatian murni dan pikiran yang terpusat, batin yang teguh dan terkosentrasi.

(Avgutaranikaya II.29)

Semua Ingin Bahagia?

Jika kita ditanya, “Apakah Anda ingin bahagia?” Jawabannya adalah ya, mengakui atau tidak mengakui pada dasarnya manusia menginginkan hidupnya bahagia. Orang jahat sekalipun menginginkan kehidupan yang membahagiakan, pendek kata semua orang menginginkan hidupnya bahagia.

Memang, secara alami kebahagiaan itu dambaan setiap orang. Namun, pandangan tentang kebahagiaan itu sendiri, setiap orang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Tentunya semua itu dipengaruhi oleh kondisi orang tersebut. Pada saat kita melihat orang yang sangat minim dalam hal materi, kita akan beranggapan bahwa orang itu menderita. Sebaliknya pada saat melihat orang kaya, kita akan mengatakan bahwa orang tersebut bahagia. Padahal belum tentu seperti yang kita aggap. Ada orang miskin yang merasakan kebahagiaan karena mau menerima dan ada juga orang kaya merasa tidak bahagia karena hidupnya selalu mengalami ketakutan. Bahagia atau tidak tergantung kondisi batin kita. Orang suci selalu berbahagia, yang batinya telah bebas sepenuhnya, yang tidak dikotori oleh keinginan-keinginan inderawi. Ia senantiasa tenang dan bebas dari kemelekatan. (Samyutanikaya I.212).

Dalam kalangan masyarakat timbul berbagai macam pengertian mengenai kebahagiaan. Ada sebagian orang yang berpendapat, kalau sudah mempunyai sesuatu yang diinginkan dan keinginan itu tercapai adalah kebahagiaan, sebagai contoh: jika seseorang mendapatkan lotre, orang ini merasa bahagia karena dengan lotre itu akan dapat membeli apa yang ia inginkan. Seandainya kita hidup terbebas dari ikatan-ikatan dan dapat mengendalikan nafsu indera, sebenarnya disinilah letak kebahagiaan. Kebahagiaan yang sejati tidak terletak pada materi tetapi pada batin kita masing-masing yang mampu menerima kondisi sebagaimana mestinya. Selama manusia terikat dengan ketidakpuasan batiniah, selama itu pula manusia tidak akan mendapatkan kebahagiaan sejati.

Materi yang kita miliki hanya sekedar sarana untuk mencapai kebahagiaan yang lebih tinggi. Karena dengan memiliki materi kita dapat menggunakannya untuk kebaikan. Akan menjadi berbahaya kalau kita tidak dapat menggunakan kekayaan itu dengan baik. Dengan memahami fenomena yang ada di masyarakat, kita akan menjadi lebih mengerti akan makna kebahgiaan yang kita harapkan. Pandangan yang salah selama ini akan bergeser ke arah yang lebih baik. Gapailah kebahagiaan yang sejati dengan jalan yang baik karena sesungguhnya kebahagiaan itu akan muncul kalau kita menghindari kejahatan. Semua orang ingin hidupnya bahagia, tidak ada yang ingin hidupnya menderita. Hanya saja kita harus tahu kebahagiaan seperti apa yang benar-benar membawa hidup kita ke arah kebahagiaan sejati.

Mungkinkah Kita Bahagaia?

Pertanyaan tersebut di atas sering dipertanyakan oleh orang banyak. Mereka mengalami keragu-raguan dalam hidupnya karena mereka beranggapan bahwa hidup ini sungguh sulit dan terasa sangat sulit lagi kalau tidak dapat menyelesaikan masalah dengan baik. Akhirnya apa yang terjadi? Pada saat manusia putus asa, akhirnya manusia mencari jalan pintas untuk membunuh dirinya sendiri karena dengan bunuh diri penderitaan yang mereka alami akan berakhir. Apakah kebahagiaan seperti ini yang kita cari dan mungkinkah kebahagiaan itu dapat kita raih?

Pernahkah Anda melihat orang sehat terus sepanjang hidupnya? Pernahkah Anda melihat orang selalu berbahagia sepanjang hidupnya? Apakah Anda pernah melihat orang yang keinginannya selalu terpenuhi. Perubahan terus menerus akan kita lami sepanjang kita belum keluar dari lingkaran samsara ini. Kadang kita bahagia dan terkadang juga kita menderita, kadang kita sakit dan kadang pula kita sehat. Kita mengharapkan hidup yang baik tetapi yang kita terima justru berbeda dengan harapan kita. Kondisi demikian inilah yang terkadang membuat kita kita kehilangan harapan untuk bahagia.

Harapan-harapan yang kita cita-citakan selama ini masih terkesan kesenangan duniawi bukan kebahagiaan yang sesuai dengan Dhamma. Namun, karena kegelapan batin, kita tidak mampu menyadari bahwa kebahagiaan yang kita kejar adalah kebahagiaan duniawi. Pernah ada muncul pemikiran bahwa agama Buddha mengajak umatnya untuk menderita karena materi tidak pernah dikatakan sebagai kebahagiaan. Pemikiran semacam ini adalah pemikiran yang salah. Materi atau duniawi dalam agama Buddha dipandang sebagai suatu sarana untuk memperolah kebahagiaan spiritual. Materi dapat kita gunakan untuk melakukan perbuatan baik dan perbuatan baik inilah yang dapat mengkondisikan kebahagiaan spiritual itu muncul. Kebahagiaan duniawi masih bersifat sementara, masih mengalami perubahan. Keterikatan kita terhadap kesenangan duniawi justru akan membuat kita terperosok jauh ke dalam penderitaan. Segala macam kebahagiaan duniawi, entah itu umur panjang, materi, kedudukan, suami yang ganteng atau istri yang cantik adalah kebahagiaan yang masih bersifat duniawi. Kalau kita dapat menyadari perubahan dengan apa yang kita senangi dan yang tidak kita senangi, kebahagiaan akan bersama kita. Kebahagiaan akan muncul sebagai akibat lenyapnya sebab penderitaan. (Khuddakanikaya, Dhammapada).

Hidup kita ibarat sebuah grafik, yang terkadang naik, turun, dan juga stabil. Demikian pula hidup kita terkadang bahagia, menderita, dan juga muncul keadaan netral. Semua itu adalah seni dari hidup ini. Yang harus kita lakukan adalah kemauan dan kemampuan untuk menghadapi perubahan siklus kehidupan yang kita hadapi. Mungkin, di suatu saat kita menderita, di lain waktu kita bahagia. Namun semua itu harus kita hadapi dengan pengertian bahwa semua yang kita alami adalah bagian dari proses kehidupan kita. Manusia tidak dapat memastikan bahwa hidupnya akan bertahan dalam kebahagiaan, justru kalau manusia mempertahankan dan tidak mau adanya perubahan, maka manusia itu akan semakin jauh dari penderitaan. Kita tidak dapat merekayasa hukum Dhamma, karena hukum Dhamma akan berjalan sesuai kondisi dan tidak tergantung pada waktu, tempat, dan keadaan. Sang Buddha bersabda bahwa, Segala sesuatu yang terbentuk tidak kekal atau mengalami perubahan (Tilakkhavadigatha).

Dukkha Harus Kita Hadapi

Sang Buddha mengatakan bahwa hidup ini adalah “dukkha”. Pernyataan yang sungguh mengejutkan bagi kita. Belum ada tokoh spiritual yang secara terang-terangan mengatakan hidup ini “dukkha”. Pernyataan semacam ini akan ditanggapi secara kontroversial oleh orang banyak, tentunya karena cara pandang yang berbeda. Mereka yang mempunyai sikap optimistis akan mengatakan bahwa agama Buddha mengajak untuk menjadi orang yang pesimistis. Bagi mereka yang pesimis menghadapi kehidupan ini akan mengatakan cocok dengan pernyataan di atas. Kenapa Sang Buddha mengatakan hidup ini adalah dukkha? Tentunya ada sebab yang harus kita pahami dengan baik. Dukkha dapat diartikan sebagi ketidakpuasan batiniah, selama kita tidak puas dengan kehidupan ini selama itu pula kita akan terus menerus mengalami dukkha. Keterikatan dengan apa yang kita senangia atau menolak dengan sesuatu yang tidak kita senangi adalah sebab dari dukkha itu sendiri.

Lihatlah diri sendiri! Apa yang kita lakukan pada saat kita berhadapan enggan kehidupan ini, selalu tidak puas dan tidak puas. Kita selalu terikat dengan apa yang kita cintai, saat kita mendapatkan kesenangan, kita tidak ingin kesenangan itu berubah. Sebaliknya, saat kita mendapatkan hal yang tidak kita inginkan, kita tidak senang dan cenderung menolak. Sikap seperti ini adalah sikap yang yang salah dalam menghadapi kehidupan. Selama sikap ini tertanam dengan kuat dalam diri kita, selama itu pula kita terus menerus dibelenggu oleh dukkha. Dhamma mengajak kita untuk melihat kehidupan ini secara obyektif, melihat kehidupan ini sebagaimana apa adanya. Agama Buddha tidak pesimis maupun optimis tetapi realistis. Dhamma mengajak kita untuk melihat hidup ini dengan bijak dan mengakui bahwa hidup ini bercorak anicca, dukkha, dan anatta.

Walaupun kehidupan ini dukkha, tetapi jika kita mempunyai kebijaksanaan yang berdasar Dhamma, maka kita akan mengerti bahwa dukkha bukan untuk dihindari tapi untuk dihadapi. Apapun yang terjadi, jika Dhamma benar-banar sudah bersama kita maka kekuatan Dhamma itu dapat kita gunakan untuk menghadapi hidup yang serba tak pasti ini. Dhamma adalah sumber kekuatan yang harus kita gali dan telaah dengan baik agar kekuatan Dhamma itu benar-benar merasuk ke dalam batin. Sebaliknya, jika kekuatan Dhamma itu tidak ada pada kita, maka kesulitan yang tarapnya masih kecil pun dapat membuat kita stress.

Di tengah-tengah masyarakat kita terdapat kasus-kasus bunuh diri yang hanya gara-gara permasalahan sepele. Mungkin, bagi orang yang bunuh diri ini menjadi besar karena tidak ada kekuatan Dhamma di dalam diri orang tersebut sehingga nekat mengambil jalan pintas. Sebaliknya ada pula orang yang tertimpa masalah yang bertubi-tubi tetapi tetap mampu bertahan dan mampu menghadapinya. Pola pikirlah yang membedakan cara orang menghadapi masalah dalam hidupnya, oleh karena itu kita harus membangun pola pikir dengan merealisasi Dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Banjir (nafsu) diseberangi dengan keyakinan; dengan kewaspadaan laut (samsara) di seberangi. Kesengsaraan di atasi dengan kekuatan semangat; dengan kebijaksanaan orang disucikan (Sutta Nipata. 184). Perjuangan kita akan sukses, apabila kita punya tekad yang kuat serta semangat yang tinggi. Semua itu akan berkembang dalam batin, jika latihan spiritual benar-benar dilakukan dalam kehidupan ini.

Makna Sebuah Teratai

Kehidupan ini laksana lumpur yang sangat kotor yang di dalamnya tumbuh bunga teratai. Walaupun teratai tumbuh dalam lumpur, bunga teratai tetap bersih tanpa noda lumpur. Demikian pula, hidup kita ini berada dalam kehidupan yang penuh dengan noda atau kekotoran batin. Walaupun kita berada dalam lumpur kekotoran batin, ibarat bunga teratai, kita pun mampu mengendalikan pikiran dan tidak hanyut dalam sehingga pikiran kita menjadi kotor. Batin memang terus bergejolak, namun kita harus tetap menjaga batin kita supaya tidak larut dengan gejolaknya batin. Hanya saja kita harus berjuang setiap saat dan kontinyu untuk membebaskan diri kita dari belenggu kekotoran batin. Dibelenggu oleh nafsu keinginan, diikat untuk bertumimbalahir; ketat terkungkung oleh pandangan-pandangan salah, terkekang oleh ketidaktahuan, berpusar kian kemari; demikianlah manusia mengembara dalam samsara, mati hanya untuk lahir kembali (Avgutaranikaya.II.10).

Kita sudah lahir dalam kehidupan ini, oleh karena itu kita harus berhadapan dengan kehidupan yang terus mengalami perubahan. Kehidupan yang penuh dengan problema memang terkadang tidak menyenangkan tetapi suka atau tidak suka seni kehidupan ini pun harus kita hadapi dengan batin yang bijak. Di sisi lain kita sudah banyak melakukan kebajikan, di sisi lain kita juga mengalami kekecewaan, sedih, dan hal-hal negatif namun, semua itu adalah proses yang harus kita hadapi. Dua sisi kehidupan memang harus kita hadapi dan kalau kita mampu menghadapinya akan ada pengalaman yang sangat berharga bagi hidup kita.

Seperti bunga teratai, manusia harus berjuang dan bangkit dari lumpur kekotoran batin sehingga mampu mekar tanpa noda walau tumbuh di tengah-tengah lumpur. Sebenarnya masing-masing orang dapat melepaskan diri dari belenggu dukkha, hanya saja setiap individu harus berjuang dengan semangat dan kesabaran. Memang, semua perjuangan membutuhkan pengorbanan, tetapi jika perjuangan yang kita lakukan mengarah kepada yang terbaik, maka kita tetap harus berjuang. Kita harus senantiasa beradhitthana untuk selalu bangkit dari kecemaran. Di lingkungan kita, polusi kekotoran batin semakin kuat mempengaruhi diri kita dan ini sangat berbahaya bagi kualitas perkembangan kualitas batin. Oleh karena itu kita harus jeli menatap kehidupan yang penuh gejolak ini dengan kewaspadaan yang kita bangun.

Buah Dari Sebuah Perjuangan

Hidup adalah perjuangan, maka kita harus memperjuangkannya ke arah yang lebih baik. Walaupun banyak tantangan yang harus kita hadapi, karena perjuangan kita adalah perjuangan spiritual, maka kita harus menghadapinya dengan tekad dan semangat dalam Dhamma. Perjuangan yang kita lakukan memang panjang, tetapi perjuangan kita akan membuahkan nilai positif bagi bagi batin kita. Sikap mental positif adalah hasil perjuangan yang akan membawa kita kepada kebahagiaan. Sikap mental positif adalah sikap batin yang dewasa yang akan membuat seseorang selalu waspada dalam hidupnya. Ketidakcekatan adalah debu, debu menempel pada kesadaran yang lamban. Dengan kekuatan pengetahuan dan kewaspadaan, cabutlah panah itu dari dirimu sendiri (Suttanipata. 334).Kehidupan ini adalah dukkha, ketidakpuasan bati selalu bersama kita. Namun, jika kita mampu menghadapinya, dukkha atau ketidakpuasan batin itu akan lenyap dari diri kita dan kebahagiaanlah yang bersama kita.

Memang, sebelum kita memegang kunci untuk membuka pintu kebahagiaan, maka yang ada bersama kita adalah ketidakbahagiaan. Masalah yang kita hadapi terasa berat dan yang muncul adalah kemarahan, jengkel, sedih, kecewa, dan bahkan putus asa. Suasana batin terkacaukan oleh permasalahan yang ada sehingga ketidaktenangan terus menggerogoti kita. Apa yang terjadi jika semua itu melanda diri manusia? Manusia menjadi bingung, kacau, stress, dan akhirnya depresi.

Apa yang harus kita lakukan untuk dapat lepas dari kecemaran ini? Yang harus kita lakukan adalah merubah pola pikir. Pola pikir yang baik akan membuat diri kita mampu menghadapi kehidupan ini. Batin kita harus diberdayakan menuju pada batin yang dewasa karena dengan batin yang dewasa kita mampu menghadapi kehidupan ini secara bijak.. Kehidupan yang tidak pasti ini hanya dapat diatasi dengan kedewasaan batin. Batin yang dewasa adalah batin yang mampu menghadapi kehidupan ini secara obyektif. Melihat hal-hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan sebagai suatu proses yang harus kita lihat sebagi proses sehingga kita tidak terikat oleh proses tersebut. Keterikatan pada proses inilah yang membuat kita terus terbelenggu oleh dukkha.

Lepas dari belenggu ketidakpuasan batin tidak semudah membalikan telapak tangan, kita harus jatuh bangun dalam berjuang. Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk senantiasa berbuat baik, menjaga moralitas, dan juga mengembangkan batin. Ada tiga hal yang dapat kita lakukan untuk memperkokoh batin kita dan tiga hal ini harus kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan perbuatan baik sebenarnya kita sudah melatih untuk mengurangi keterikatan kita terhadap apa yang kita cintai dan senangi. Dengan latihan melepas setiap saat dalam kehidupan kita, beban mental kita akan semakin berkurang dan berkembanglah kebahagiaan. Moralitas akan memperkuat batin, karena moralitas adalah dasar yang akan membuat kita selalu terkendali dalam mengarungi kehidupan ini. Dengan batin yang terkendali, maka kemungkinan menyimpang dari Dhamma dan Vinaya dapat dipersempit ruang geraknya. Untuk menjaga agar batin kita selalu seimbang diperlukan batin yang dewasa. Batin yang dewasa dapat diperoleh melalui Bhavana atau Meditasi. Meditasi atau Bhavana adalah cara yang jitu untuk membuat batin ini menjadi dewasa.

Kehidupan ini sudah diwarnai dengan polusi kekotoran batin sehingga sifat tamak, serakah, kebencian, dan kegelapan semakin melekat pada diri manusia. Namun, bagi kita yang mengerti bahaya dari kekotoran batin, tentunya akan berusaha untuk lepas dari lumpur kekotoran dan berusaha untuk keluar agar tidak tercemar. Hanya saja, untuk lepas dari belenggu penderitaan, kita harus terus melatih diri sehingga kekuatan Dhamma benar-benar menyatu dalam diri kita. Dengan melakukan perbuatan baik, menjaga moralitas, dan pengembangan batin yang terus kita lakukan akan membuat diri kita menjadi baik dan kebahagiaan akan dapat kita rasakan. Semua yang terbentuk adalah dukkha, bila dengan bijaksana orang melihatnya, maka dukkha tidak akan ada lagi (Tilakkhanadigatha).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan kirim komentar anda, komentar anda saya tunggu...


Bhadra Vira

Mengenai Saya